Streaming Radio Lawang Kuari

Sekadau Hulu Jadi Pelopor Kesepakatan Adat dan Investasi, Camat: Adat Dikedepankan, Investasi Dijaga

Editor: Admin author photo

Camat Sekadau Hulu Fransisco Wardianus saat Sosialisasi Kamtibmas, Kamis (10/7/2025).SUARALAWANGKUARI/SK
Sekadau (Suara Lawang Kuari) – Dalam upaya menjaga stabilitas sosial, mendorong iklim investasi yang sehat, serta melestarikan kearifan lokal, Pemerintah Kecamatan Sekadau Hulu bersama Dewan Adat Dayak (DAD) menggelar sosialisasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) serta etika berinvestasi berbasis adat, Kamis (10/7/2025) di Desa Nanga Pemubuh.

Sosialisasi ini merupakan tindak lanjut dari Kesepakatan Bersama Nomor 14/DAD/Skd.Hi/V/2025 yang disetujui oleh 15 desa dan lima perusahaan di wilayah Sekadau Hulu. Hadir dalam kegiatan ini Camat Sekadau Hulu Fransisco Wardianus (akrab disapa Mejeng), Bhabinkamtibmas, Babinsa, Ketua DAD, perwakilan masyarakat, serta perwakilan perusahaan PT Agro Andalan dan PT Bintang Sawit Lestari (BSL).

“Kecamatan Sekadau Hulu menjadi pelopor kesepakatan ini agar masyarakat, pemerintah, dan investor bisa berjalan seiring. Tujuannya adalah menjaga harmoni serta memperjelas hak dan kewajiban masing-masing pihak,” kata Mejeng dalam sambutannya.

Dalam pemaparannya, Mejeng menekankan pentingnya penyelesaian konflik secara adat sebelum beralih ke proses hukum formal. Ia mencontohkan kasus pencurian sawit oleh pelaku yang dikenal sebagai "ninja sawit" yang bukan hanya merugikan petani, tapi juga menghambat cicilan kredit mereka.

“Kalau bisa diselesaikan secara adat, kita selesaikan. Tapi kalau pelaku tetap mengulangi, maka hukum negara bisa dijalankan,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan perusahaan agar tidak langsung membawa persoalan ke polisi, melainkan terlebih dahulu berkoordinasi dengan pengurus adat.

“Selagi ditangani secara adat, perusahaan tidak boleh langsung lapor polisi. Tapi jika tidak selesai, silakan tempuh jalur hukum,” katanya.

Mejeng turut menyoroti praktik pemagaran jalan sebagai bentuk protes. Menurutnya, aksi seperti ini tidak bisa dilakukan secara sepihak, apalagi terhadap jalan yang telah diganti rugi oleh perusahaan.

“Kami dorong mediasi dan dialog, bukan aksi sepihak. Jangan sedikit-sedikit magar untuk menekan perusahaan,” ujarnya.

Ia juga menegaskan adanya sanksi adat tegas sebesar Rp20 juta bagi oknum penadah atau pemilik RAM yang terbukti menampung sawit curian.

“Penadah itu memperparah keadaan. Kalau tidak ada pembeli, tidak ada pencuri. Ini bagian penting dalam ekosistem keamanan kita,” tambahnya.

Dalam kesepakatan tersebut, empat poin utama yang menjadi fokus adalah: Penanganan kasus pencurian Tandan Buah Segar (TBS) sawit, Larangan pemagaran jalan secara sepihak, Pencegahan praktik pengancaman terhadap perusahaan, Pemberian sanksi adat bagi penadah hasil curian.

Mejeng juga menekankan bahwa hasil denda adat sepenuhnya akan dikembalikan kepada masyarakat tempat kejadian perkara.

“Adat itu milik masyarakat. Jangan dibawa orang luar untuk keuntungan pribadi. Kita harus jaga adat tetap murni dan berpihak kepada warga,” tegasnya.

Desa Nanga Pemubuh menjadi lokasi ketiga setelah sebelumnya dilakukan di Desa Nanga Menterap dan Tapang Perodah. Mejeng berharap setiap desa dan perusahaan turut menyebarluaskan isi kesepakatan melalui banner, pamflet, dan brosur agar masyarakat lebih paham hak dan kewajibannya.

Kegiatan diakhiri dengan sesi diskusi dan tanya jawab bersama para tokoh adat dari Desa Setawar, kepala dusun, RT, serta perangkat Desa Tapang Perodah. Kegiatan ini menjadi bukti konkret bahwa pelestarian adat bisa berjalan seiring dengan pertumbuhan investasi dan keamanan daerah.[SK]

Share:
Komentar

Berita Terkini