Sekadau (Suara Lawang Kuari) – Aparat gabungan dari TNI dan Polri terus meningkatkan upaya penegakan hukum terhadap praktik Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang masih marak di wilayah Kecamatan Nanga Mahap, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat.TNI-Polri di Nanga Mahap Intensifkan Patroli PETI.SUARALAWANGKUARI/SK
Melalui patroli gabungan yang digelar pada Rabu (2/7/2025), jajaran Polsek Nanga Mahap dan Koramil setempat menyisir sejumlah titik rawan PETI di Desa Nanga Mahap dan Desa Batu Pahat, menyusuri jalur sungai hingga ke pedalaman.
Kegiatan tersebut dipimpin langsung oleh Kapolsek Nanga Mahap, IPDA Andre, bersama Plh. Danramil, Serka Muh. Ardi Saputra, dan melibatkan personel gabungan.
“Kami berkomitmen menekan aktivitas PETI karena dampaknya sangat merusak lingkungan, mencemari sungai, bahkan memicu potensi konflik sosial,” tegas IPDA Andre, dalam keterangan resmi Polres Sekadau.
Selain penindakan, petugas juga melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat tentang bahaya dan sanksi hukum praktik PETI, berdasarkan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
“Kami imbau warga agar tidak tergiur iming-iming keuntungan instan dari PETI. Ini ilegal dan menciptakan kerusakan jangka panjang,” lanjut IPDA Andre.
Sebagai langkah solutif, Polsek dan pemerintah desa turut mendorong program ketahanan pangan nasional melalui budidaya jagung hibrida, dengan dukungan dari Bulog dan koperasi CU Keling Kumang sebagai penampung hasil panen.
“Program ini bagian dari Asta Cita Presiden RI dalam mencapai swasembada pangan nasional,” tambahnya.
Pemantauan Suara Kalbar pada Rabu (2/7/2025) mengungkap kondisi air Sungai Sekadau yang keruh pekat dan berbau, diduga kuat akibat aktivitas PETI yang masih berlangsung di hulu sungai. Warga di sepanjang DAS mengaku tak bisa lagi menggunakan air sungai untuk mandi, mencuci, bahkan memasak.
“Air sungai kotor sekali, tidak bisa dipakai lagi. Bau dan warnanya coklat pekat,” keluh Uju Zan, warga Kecamatan Sekadau Hilir.
Tak hanya itu, keramba ikan milik warga pun turut terdampak. Banyak ikan yang mati akibat menurunnya kualitas air.
Menanggapi kondisi ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sekadau menyatakan telah mengambil sampel air permukaan Sungai Sekadau pada pertengahan Juni 2025. Namun, hingga kini hasil uji laboratorium belum tersedia karena kerusakan alat di laboratorium daerah.
“Sampel sudah dikirim ke Pontianak karena Lab kami rusak. Kami masih tunggu hasilnya,” ujar Edi Prasetiyo, Sekretaris DLH Sekadau.
Meski upaya penegakan hukum dan sosialisasi terus dilakukan, praktik PETI di wilayah hulu masih kerap lolos dari pantauan. Masyarakat berharap penindakan yang lebih tegas dari pemerintah dan aparat, serta alternatif ekonomi nyata bagi pelaku agar tidak kembali ke aktivitas ilegal.
“Tolong ditindak tegas. Sungai ini sumber hidup kami. Kalau airnya rusak, semua ikut hancur,” ungkap seorang warga Desa Batu Pahat.
Dengan sinergi antara penegakan hukum, edukasi masyarakat, dan program ekonomi produktif, diharapkan praktik PETI bisa ditekan, dan ekosistem Sungai Sekadau kembali pulih demi keberlangsungan hidup masyarakat di sekitarnya.[SK]