Streaming Radio Lawang Kuari

Ketua APTRI Minta Pemerintah Percepat Langkah Swasembada Gula dan Ketahanan Energi melalui Bioetanol

Editor: Admin author photo

Ilustrasi. Buruh tani mengangkut tebu hasil panen ke atas truk untuk dikirim ke pabrik gula di Ngemplak, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (14/8/2024).[SK]
(Suara Lawang Kuari) - Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikoen, mendesak pemerintah agar mempercepat langkah untuk mencapai swasembada gula, sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2023. Perpres tersebut tidak hanya menargetkan swasembada gula tetapi juga ketahanan energi melalui produksi bioetanol berbasis tanaman tebu sebagai bahan bakar nabati.

Soemitro mengungkapkan harapannya agar pemerintahan baru serius dalam menjalankan program ini. "Ayolah kita serius. Siapa yang kita ajak serius? Ya, pemerintah. Pemerintahan baru ini saya berharap lebih serius lagi perencanaannya," ujar Soemitro saat diwawancarai, Minggu (3/11).

Meski APTRI mendukung kebijakan swasembada gula, Soemitro menyesalkan lambatnya penerbitan peta jalan (roadmap) yang seharusnya diselesaikan akhir 2023 sebagai turunan Perpres No. 40 Tahun 2023. Tanpa roadmap yang jelas, program peningkatan produktivitas dan pengembangan lahan baru sulit terwujud sesuai target.

Dalam Perpres ini, pemerintah menetapkan target peningkatan produktivitas tebu menjadi 93 ton per hektare, sementara rata-rata saat ini hanya sekitar 65 ton per hektare. Upaya pencapaian ini melibatkan perbaikan praktik agrikultur dalam pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman tebu. Selain itu, pemerintah menargetkan penambahan lahan tebu baru seluas 700 ribu hektare yang mencakup lahan perkebunan, lahan tebu rakyat, dan kawasan hutan, serta peningkatan kapasitas pabrik gula untuk mencapai rendemen 11,2 persen.

Soemitro juga menekankan pentingnya pengembangan perkebunan tebu di luar Jawa, khususnya di Merauke, Papua. Dengan rencana pengembangan lahan tebu hingga 2 juta hektare di sana, menurutnya diperlukan setidaknya 100 pabrik gula baru. "Tidak bisa tebu itu di sana dipanen, tapi digiling di Jawa atau di Sulawesi. Pabriknya juga harus ada di sana. Karena setelah ditebang jarak 24 jam, maka karakter tanaman tebu ini sudah berbeda untuk diproduksi menjadi gula," jelasnya.

Soemitro juga menyoroti bahwa Perpres No. 40 Tahun 2023 menargetkan produksi bioetanol dari tebu sebesar 1,2 juta kiloliter paling lambat pada tahun 2030. Namun, ia menekankan bahwa ketahanan energi melalui bioetanol hanya mungkin dicapai jika kebutuhan gula nasional sudah terpenuhi. "Terlalu riskan jika tebu langsung dialihkan untuk bioetanol, sementara kita masih impor gula,” katanya.

Untuk target bioetanol, Soemitro mengusulkan agar pemerintah menetapkan sumber bahan baku dengan jelas, baik dari tebu, rumput laut, atau umbi. “Jika memang serius dengan bioetanol dari tebu, produktivitas tebu harus ditingkatkan. Kalau dari rumput laut atau umbi, ayo kita bangun dari sekarang. Tapi, ayo serius,” tutupnya.

Desakan ini menggambarkan harapan APTRI agar langkah konkret segera diambil demi mencapai swasembada gula dan ketahanan energi, sejalan dengan visi Indonesia sebagai negara mandiri energi dan pangan pada tahun 2030.[SK]

Share:
Komentar

Berita Terkini